Minggu, 27 April 2014

Drama "Lutung Kasarung"

Lutung Kasarung


Dahulu kala, terdapat sebuah kerajaan yang sangat tentram dan makmur di Jawa  Barat. Kerajaan itu di pimpin oleh seorang raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram. Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu. Sang Raja Prabu Tapa Agung namanya, Beliau dianugrahi tujuh orang putri, berturut-turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si bungsu Purbasari.
Dikerajaan tersebut akan dilangsungkan upacara penyerahan tahta. Raja Prabu Tapa Agung merasa cukup uzur untuk memimpin kerajaannya.
Raja                 : “Patih, bolehkah saya curhat?”
Patih                : “Silahkan Yang Mulia.”
Raja                 : “Saya merasa tidak sanggup lagi memimpin kerajaan ini”
Patih                : “Mengapa wahai rajaku? Engkau pasti bisa memimpin kerajaan ini. Jangan menyerah..”
Raja                 : “Tapi ini sudah saatnya saya memberikan tahtaku, saya sudah tua dan saya ingin bertapa dimasa tuaku.”
Patih                : “Baiklah Yang Mulia. Tapi siapa yang pantas menggantikan Yang Mulia?”
Raja                 : “Patih, saya tidak memiliki anak laki-laki. Saya hanya memiliki anak putri. Putri sulung Purbararang, dia yang berhak meneruskan kerajaan ini. Tapi… dia memiliki perangai yang kurang baik.”
Patih                : “Ya benar, saya khawatir dengan kerajaan ini.”
Raja                 : “Aku lebih percaya kepada putri bungsuku Purbasari, dia memiliki perangai yang baik hati, tulus, pandai, mandiri, dan bijaksana. Tapi apakah tidak apa-apa?
Patih                : “Tidak apa-apa Tuanku, saya setuju. Kerajaan ini pasti akan sejahtera.
Raja                 : “Okelah kalo begitu Patih, panggilkan semua pejabat kerajaan dan semua rakyat, hari ini juga akan kulangsungkan upacara penyerahan tahta”
Patih                : “Baik Yang Mulia”


Menteri Dalam Negeri mengumumkan ke seluruh penjuru kerajaan.
Mendagri         : “Perhatian! diumumkan kepada semua pejabat kerajaan dan seluruh rakyat. Diharapakan segera memasuki ruang inti Istana Kerajaan! Secepatnya! Tinggalkan segala bentuk pekerjaan! Segeralah!”
Raja                 : “Para Pejabat kerajaan dan rakyatku yang berbahagia, hari ini saya akan menurunkan tahta kerajaan kepada putri saya. Semoga kerajaan ini menjadi lebih sejahtera.”
Mendagri         : “Putri Purbasari diharapkan segera menempati tempat yang telah disediakan”

(Semua termenung, karena yang dipanggil adalah Putri Purbasari, bukan Purbararang)
Purbasari          : “Ayahanda, mengapa saya yang dipanggil, bukannya Mbakyu Purbararang?”
Raja                 : “Ayah dan Patih telah melakukan banyak pertimbangan, dan ini adalah keputusan Ayah. Kau harus menerimanya, kau memiliki peringai yang baik dan hati yang tulus. Apakah kau siap menerima tugas ini?”
Purbasari          : “Iya Ayahanda, saya siap”
Mendagri         : “Upacara penyerahan tahta akan segera dilaksanakan, Paduka Raja dan Putri di mohon segera mempersiapkan diri”
(Penyerahan mahkota)
Purbararang     : “Hentikan!! Apa-apaan ini? Ayah, kenapa si kecil ini yang menerima tahta, bukan aku. Ayah tidak adil, seharusnya anak pertamalah yang berhak memakai mahkota itu!”
Raja                 : “Tidak begitu anakku”
Purbararang     : “Kerajaan ini pasti akan mendapatkan kutukan, karena tidak menjalankan aturan sebagaimana mestinya.”
Purbasari          : “ Iya, Ayahanda, seharusnya kakaklah yang menerima tahta ini, bukan aku. Kakaklah yang pantas”
Raja                 : “Justru karena kemuliaan hatimu itu aku memilihmu anakku. Kau pasti akan menjadi pemimpin yang baik dan dicintai oleh rakyat nak”
Purbasari          : “Terima kasih Ayah, ayah terlalu memuji, saya khawatir ayah akan kecewa jika nanti saya tidak sesuai dengan harapan ayah”
Purbararang     : “Tunggu saja!! Pasti akan tiba saatnya, akan datang kutukan pada kerajaan ini!!”
(Purbararang mengajak tunangannya Pangeran Indrajaya menemui dukun pellet Nyi Ronde untuk menyingkirkan Purbasari.)
Purbararang     : ‘Kangmas, aku sudah muak dengan Purbasari, aku akan buat perhitungan dengannya”
P. Indrajaya     : “Buat perhitungan? Kamu kan kalah pinter daripada dia?? Masa mau buat perhitungan, jangankan perkalian, tambah-tambahan saja kamu kalah”
Purbararang     : “Ganteng tapi oon, maksudku, aku akan membuat Purbasari sengsara. Akan ku buat dia menderita”
P. Indrajaya     : “Bagaimana caranya? Kamu ini jangan seperti itu to, sama adik sendiri kok begitu?”
Purbararang     : “Salah dia sendiri jadi penggantinya ayah”
P. Indrajaya     : “Terus??”
Purbararang     : “Makanya aku ajak kamu kesini”
P. Indrajaya     : “Rumah siapa ini?”
Purbararang     : “Nyi Ronde”
P. Indrajaya     : “Ooo, mau ngapain? Mau minta dukungan?”
Purbararang     : “Huss, jaga mulutmu, ini rumahnya Nyi Ronde, dukun ampuh yang mampu mengatasi segala masalah tanpa solusi.”
Nyi Ronde       : “Siapa yang ngomong ngawur tadi?”
Purbararang     : “Maafkan kami Nyi, ini calon suami saya, tidak bermaksud menyepelekan Nyai”
Nyi Ronde       : “Hati hati anak muda! Jaga bicaramu! Mulutmu harimaumu!”
P. Indrajaya     : “Nyuwun pangapunten Nyi Rondo, eh Nyi Ronde”
Purbararang     : “Kami kesini mau anu mbah…”
Nyi Ronde       : “Aku sudah tahu”
Purbararang     : ‘Wah, hebat sekali Mbah ini, aku belum bilang apa-apa sudah tau… Wah hebat sekali!!!”
Nyi Ronde       : “Ya jelas, kalian kesini pasti ada perlu sesuatu. Masalahnya, sesuatunya itu apa?”
Purbararang     : “Begini Nyi……” (tampak Purbararang cerita panjang lebar kepada Nyi Ronde)
Nyi Ronde       : “Ooooo, gampaang.”
Purbararang     : “Apa bisa Nyai?”
Nyi Ronde       : “Mau paket regular atau paket ekspress? Kalo paket ekspress besok bisa, tarifnya agak mahal. Tapi kalau untuk kamu, saya beri diskon 20%. Harga naik mulai besok tanpa diskon.”
Purbararang     : “Yaudah yang ekspress aja Nyi”
(Keesokan harinya, Purbasari bangun dari tidurnya)
Purbasari          : “Ah.. Kenapa dengan wajahku? (Wajah Purbasari bentol-bentol tak karuan, terjadi kepanikan di keluarga kerajaan.
Patih                : “Ada apa dengan wajahmu putri? Maksud saya Ratu, Padahal selama ini Anda tidak alergi dengan apapun. Apa mungkin, Anda salah make up?”
Purbasari          : “Saya juga tidak tahu”
Purbararang     : “Kalau tidak segera ditindak lanjuti, ini bisa menimbulkan aib dalam kerajaan ini, dan bisa menyebabkan keruntuhan. Karena kerajaan ini dipimpin oleh seseorang yang buruk rupa. APA KATA DUNIA??”
P Indrajaya      : “Kalau kita biarkan Putri Purbasari tetap berada di dalam istana ini, bisa-bisa semua keluarga kerajaan dan rakyat tertular virus mematikan yang belum ada antivirusnya itu”
Purbararang     : “Mungkin, dia terkena flu burung, atau mungkin flu babi…Jadi, kita bakar saja dia”
Patih                : “Itu tidak boleh.”
P Indrajaya      : “Lebih baik bawa ia ke tempat yang jauh.”
Purbararang     : “Yah, keputusan yang bagus, aku juga kasihan sama dia. Masih muda tapi penyakitan. Makanya, mandi setiap hari…”
Purbasari kemudian diasingkan ke hutan. Dia diantar oleh Sang Patih. Patih dengan baik hati membuatkan gubuk kecil untuk tempat bereteduh Purbasari.
Patih                : “Tuan Putri, maafkan saya, saya tidak bisa berbuat banyak, dan hanya inilah yang dapat saya lakukan untuk membantu Tuan Putri”
Purbasari          : “Ini semua sudah lebih dari cukup Patih. Terima kasih atas semuanya”
Patih                : “Tuan Putri, ijinkan saya untuk kembali ke istana. Karena dikejar deadline”
Purbasari          : “Silahkan Patih”
Patih meninggalkan Purbasari sendirian, awalnya dia merasa kesepian. Waktu berlalu dan berjalan. Dia semakin nyaman di hutan itu. Dia memiliki banyak teman, tetapi bukan manusia, tetapi bangsa binatang. Di kerajaan, Purbararang memerintah kerajaan dengan sangat angkuh.

Di tempat lain, tepatnya di kahayangan. Ada seorang Dewa muda yang tampan yang bernama Guru Minda. Dia tampak sedih dan mengundang perhatian Sang Ibunda.
Ibunda             : “Guru Minda, adakah yang ingin kau bicarakan?”
Guru Minda     : “Tidak ada, Ibunda.”
Ibunda             : “Ibu tau kegelisahanmu, kenapa kau tidak mendapatkan kekasih? Adakah bidadari yang memikatmu?”
Guru Minda     : “Saya tidak mau. Ibunda begitu cantik, saya hanya ingin menikah dengan wanita yang secantik Ibunda.”
Ibunda             : “Baiklah, wanita secantik Ibu hanya ada di bumi. Dan kau harus mencarinya sendiri.”
Guru Minda     : “Benarkah Ibunda?”
Ibunda             : “Ya, tapi kau harus turun ke bumi sendirian dan dalam bentuk Lutung.”
Guru Minda     : “Baiklah Ibunda, terima kasih.”
Ibunda             : “Sekarang namamu menjadi Lutung Kasarung dan turunlah ke bumi. Cari pasangan hidupmu.”

Guru Minda pun berubah menjadi sesosok Lutung. Dia mulai turun ke bumi. Dia bergelayutan kesana-kemari. Hingga pada suatu hari, dia melihat seorang Putri yang tidak begitu cantik sedang mandi di sungai. Dia ngintip.
Waktu Purbasari mandi, selendangnya hanyut tertiup angin.
Purbasari          : “Aduh, siapa ya yang mau mengambilkan selendang itu. Si burung, dia mana mungkin bisa. Toloong, toloong. Siapa yang mau mengambilkan selendangku?. Sayembara-sayembara, siapa yang mengembalikan selendangku, kalau perempuan akan kujadikan saudara, kalau laki-laki, akan kujadikan suami.”
Si Lutung         : “Ini selendangmu.”
Purbasari          : “Terima kasih.”
Si Lutung         : “Dapatkah kita menjadi teman?”
Purbasari          : “Tentu saja.”
Waktu berlalu, hubungan antara Purbasari dan si Lutung semakin akrab.  Sementara itu, di kerajaan ke angkara murkaan semakin meraja lela. Purbararang semakin bertindak sewenang-wenang. Semua rakyatnya sengsara dan kelaparan. Pornografi pun merajalela. Kafe mesum berdiri dimana-mana. Semuanya jadi kacau balau.
Purbararang     : “Patih, cepat temui Purbasari! Aku akan menantangnya dalam perlombaan. Pemenangnya akan menjadi Ratu yang sah di kerajaan ini dan yang kalah akan dihukum pancung.”
Patih                : “Baiklah Putri”
(Akhirnya Patih pun berangkat menjenguk Purbasari.)

(Sementara itu di sungai)
Si Lutung         : “Kasihan sekali gadis itu, ia pasti sangat cantik jika kulitnya tidak bentol-bentol seperti itu. Dan sepertinya, ada yang tidak wajar pada penyakit gadis ini. Aku harus menolongnya”
(Purbasari kemudian menuju sungai untuk mandi, tiba-tiba terdengar suara dari langit)
“Purbasari, sebelum kamu mengerjakan apapun, berdoalah. Sebelum kamu makan, berdoalah. Sebelum kamu bekerja, berdoalah. Sekarang kamu mau mandi, berdoalah. Semoga itu bisa menyembuhkan semua penyakitmu” (Purbasari mencoba mencari darimana asal suara itu, kemudian dia memulai mendi dengan membaca….”
Purbasari          : “Bismillahirrahmaannirrahim”
Akhirnya keajaiban pun datang, semua bentol-bentol di kulit Purbasari pun amblas, lenyap tiada tersisa… Kecantikan pun terpancar
Purbasari          : “Alhamdulillah… terima kasih Tuhan…” (kemudian dia menemui Si Lutung dan bercanda bersama sebagai wujud rasa syukurnya). Dari kejauhan nampak Patih datang. Patih pun terkejut melihat penampilan baru dari Purbasari. 
Patih                : “Tuan Putri….?? Tuan Putri sudah sembuh sekarang. Tuan Putri cantik sekali hari ini”
Purbasari          : “Iya Patih. By the way, ada urusan apa Patih datang kesini? Apakah kedaan kerajaan baik-baik saja?”
Patih                : “Saya datang kesini atas perintah dari Putri Purbararang. Beliau akan menantang Putri dalam perlombaan yang telah dia tentukan esok hari. Keadaan kerajaan pun kacau balau”
Purbasari          : “Terus?”
Patih                : “Apakah Putri bersedia menerima tantangan tersebut? Bagi yang kalah akan dihukum pancung.”
Purbasari          : “Sebenarnya aku nyaman disini. Aku juga banyak teman disini. Tetapi, aku ingin bertemu seluruh isi kerajaan.”
Patih                : “Jika Putri menerima tantangan tersebut, datanglah esok hari ke istana.”
(Si Lutung pun tertunduk lesu mendengarkan kalimat itu. Dia merasa kecewa.)
Purbasari          : “Kenaap Tung? Kamu kecewa denganku? Tenang, jika aku kesana, aku akan mengajakmu ke istana. Aku dulu pernah berjanji, siapapun yang mengembalikan selendangku, akan kujadikan pendamping hidupku. Akan kupenuhi janji itu.”
Purbasari bingung dengan keputusan yang akan dia ambil. Setelah berpikir keras, akhirnya putri Purbasari memutuskan untuk pergi ke Istana kerajaan bersama Si Lutung. Putri Purbasari termenung mendengar tantangan kakaknya. Ia tahu kakaknya pasti akan menghalalkan segala cara untuk menang. 
Tibalah hari perlombaan. Kedua putri telah siap berhadapan.
Mendagri         : “Selamat pagi, mungkin hari ini akan menjadi hari bersejarah bagi kerajaan ini.”
Purbararang     : “Ya benar. Wahai rakyatku, saya akan menantang Purbasari dalam perlombaan. Pemenangnya akan menjadi Ratu di kerajaan ini dan yang kalah akan dihukum pancung.”
Purbararang     : “Saya akan menantang Purbasari dalam perlombaan kecantikan. Wahai Purbasari maukah kau menerima tantanganku? Jika kau berani, datanglah kemari.”
Purbasari          : “Saya terima tantangan kakak.” (Sampai di istana bersama Lutung)

(Purbararang terkejut melihat wajah Purbasari yang kembali menjadi cantik nan jelita. Purbararang menjadi pesimis dan takut akan tantangannya sendiri. Ia berusaha agar tidak kalah dalam perlombaan sehingga ia menyiapkan satu perlombaan lagi.)
Mendagri         : “Bagaimana? Siapa yang lebih cantik?”
Rakyat             : “Purbasari!”
Mendagri         : “Maka pemenangnya adalah…”
Purbararang     : “Tunggu! Saya akan menantang Purbasari dalam satu perlombaan lagi. Seorang Ratu haruslah memiliki pasangan yang gagah dan tampan.” (Seraya melirik Pangeran Indrajaya)
Purbararang     : “Apa kata Negara tetangga jika suami ratu buruk rupa.” (Seraya melirik Si Lutung)
Si Lutung         : “Sabar putri! Biarkan ia bahagia sejenak. Nanti kita lihat apakah setelah ini ia bisa tertawa.”
Putri Purbasari berusaha tenang meskipun ia tetap khawatir. Karena lomba ketiga ini adalah menentukan pasangan siapakah yang paling gagah dan tampan. Sudah jelas putri Purbararang ada di atas angin. Pangeran Indrajaya memang sangat gagah dan tampan. Sedangkan putri Purbasari tidak memiliki pasangan. Selain si Lutung tentunya, yang selalu setia menemaninya. Tapi haruskah ia mengakuinya sebagai pasangannya?
Purbararang     : “Hei Purbasari, kali ini kau kalah! Semua pasti setuju kalau pasanganku jauuuuh lebih tampan dibanding lutungmu itu hahaha…!” 
Si Lutung         : “Tunggu! Putri aku sudah berjanji untuk selalu menolongmu. Tapi kali ini aku tidak bisa menolongmu kecuali....”
Purbasari          : “Kecuali apa Tung?” 
Si Lutung         : “Kecuali putri menerimaku sebagai pasangan sejatimu!”
Rakyat             : “Tidak setuju!”
Purbasari          : “Baiklah, tidak ada yang lebih pantas menjadi pasanganku selain kamu Tung. Di saat semua memalingkan muka karena jijik melihatku, kau satu-satunya yang mau menemaniku.”
BLARR! Petir menggelegar di siang bolong. Putri Purbasari terpekik histeris. Sontak semua memandang ngeri ke tempat Utung berdiri. Petir itu menyambar tepat ke badan Utung yang langsung dipenuhi asap. Putri masih menjerit-jerit dan menangis berusaha menembus asap tebal yang membungkus Utung, ia terbatuk-batuk. Keajaiban terjadi saat asap tebal perlahan-lahan menipis. Di tempat itu, berdirilah seorang pemuda yang ketampanan dan kegagahannya sulit dilukiskan kata-kata. Rakyat terpana. Putri Purbararang ternganga lebar. Putri Purbasari menatap bingung. Ia masih mencari-sisa-sisa tubuh Si Lutung. Mana mungkin lenyap begitu saja. 
Guru Minda     : “Siapa yang kau cari putri?”
Purbasari          : “U..Utung. Dimana dia?” 
Guru Minda     : “Inilah aku...si Lutung!”
Purbasari          : “Aa..apa? Man..mana mungkin,?
Purbararang     : “Hei pemuda tampan. Jangan main-main. Sebaiknya kau keluar dari lapangan ini. Aku akan segera menghukum pancung Purbasari karena dia telah kalah dalam perlombaan ini!”
Guru Minda     : “Baiklah aku perkenalkan diriku! Namaku Guru Minda. Saya adalah seorang dewa yang turun ke bumi. Saya akan kembali berubah wujud jika ada seorang gadis yang benar-benar tulus menerimaku sebagai pasangan sejatinya.
Mendagri         : “Nah sekarang pilihlah siapakah yang lebih tampan dan gagah. Apakah pangeran Indrajaya atau Guru Minda?” 
Rakyat             : “Guru Mindaaa!!”
Mendagri         : “Maka pemenangnya adalah.. Purbasari!”
Rakyat             : “Hukum pancung Purbararang!”
Mendagri         : “Baiklah, sesuai peraturan yang telah ditentukan, maka Purbararang akan dihukum pancung.”
Purbararang     : (Menangis)
Purbasari          : “Aku tidak akan menghukum kakakku sendiri. Kakak boleh tetap menjadi ratu asalkan kakak berjanji akan memimpin rakyat dengan sebaik-baiknya,” (Memeluk)
Purbararang     : “Kau memang sangat baik hati. Setelah semua kejahatan yang aku lakukan, kau dengan mudah memaafkanku. Kaulah yang seharusnya menjadi ratu. Aku Sekarang sadar mahkota ini lebih pantas berada di kepalamu. Maafkan aku!”

Istana begitu gemerlap hari itu. Penobatan ratu baru berlangsung meriah namun khidmat. Hari itu juga dilangsungkan pernikahan putri Purbasari dan Guru Minda. Semua senang, semua bahagia. Dan kisah ini pun berakhir bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar