Dahulu
kala, terdapat sebuah kerajaan yang sangat tentram dan makmur di Jawa Barat. Kerajaan itu di pimpin oleh seorang
raja yang baik dan bijaksana. Tak heran, kalau negeri itu makmur dan tenteram.
Tak ada penduduk yang lapar di negeri itu. Sang Raja Prabu Tapa Agung namanya,
Beliau dianugrahi tujuh orang putri, berturut-turut mereka itu adalah
Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan
si bungsu Purbasari.
Dikerajaan
tersebut akan dilangsungkan upacara penyerahan tahta. Raja Prabu Tapa Agung
merasa cukup uzur untuk memimpin kerajaannya.
Raja : “Patih, bolehkah saya
curhat?”
Patih : “Silahkan Yang Mulia.”
Raja : “Saya merasa tidak sanggup
lagi memimpin kerajaan ini”
Patih : “Mengapa wahai rajaku? Engkau
pasti bisa memimpin kerajaan ini. Jangan menyerah..”
Raja : “Tapi ini sudah saatnya saya
memberikan tahtaku, saya sudah tua dan saya ingin bertapa dimasa tuaku.”
Patih : “Baiklah Yang Mulia. Tapi
siapa yang pantas menggantikan Yang Mulia?”
Raja : “Patih, saya tidak memiliki
anak laki-laki. Saya hanya memiliki anak putri. Putri sulung Purbararang, dia
yang berhak meneruskan kerajaan ini. Tapi… dia memiliki perangai yang kurang
baik.”
Patih : “Ya benar, saya khawatir
dengan kerajaan ini.”
Raja : “Aku lebih percaya kepada
putri bungsuku Purbasari, dia memiliki perangai yang baik hati, tulus, pandai,
mandiri, dan bijaksana. Tapi apakah tidak apa-apa?
Patih : “Tidak apa-apa Tuanku, saya
setuju. Kerajaan ini pasti akan sejahtera.
Raja : “Okelah kalo begitu Patih,
panggilkan semua pejabat kerajaan dan semua rakyat, hari ini juga akan
kulangsungkan upacara penyerahan tahta”
Patih : “Baik Yang Mulia”
Menteri Dalam
Negeri mengumumkan ke seluruh penjuru kerajaan.
Mendagri : “Perhatian! diumumkan kepada semua
pejabat kerajaan dan seluruh rakyat. Diharapakan segera memasuki ruang inti
Istana Kerajaan! Secepatnya! Tinggalkan segala bentuk pekerjaan! Segeralah!”
Raja : “Para Pejabat kerajaan dan
rakyatku yang berbahagia, hari ini saya akan menurunkan tahta kerajaan kepada
putri saya. Semoga kerajaan ini menjadi lebih sejahtera.”
Mendagri : “Putri Purbasari diharapkan segera
menempati tempat yang telah disediakan”
(Semua termenung, karena yang dipanggil adalah Putri Purbasari, bukan Purbararang)
Purbasari : “Ayahanda, mengapa saya yang dipanggil, bukannya Mbakyu Purbararang?”
Raja : “Ayah dan Patih telah
melakukan banyak pertimbangan, dan ini adalah keputusan Ayah. Kau harus
menerimanya, kau memiliki peringai yang baik dan hati yang tulus. Apakah kau
siap menerima tugas ini?”
Purbasari : “Iya Ayahanda, saya siap”
Mendagri : “Upacara penyerahan tahta akan segera
dilaksanakan, Paduka Raja dan Putri di mohon segera mempersiapkan diri”
(Penyerahan
mahkota)
Purbararang : “Hentikan!! Apa-apaan ini? Ayah, kenapa
si kecil ini yang menerima tahta, bukan aku. Ayah tidak adil, seharusnya anak
pertamalah yang berhak memakai mahkota itu!”
Raja : “Tidak begitu anakku”
Purbararang : “Kerajaan ini pasti akan mendapatkan
kutukan, karena tidak menjalankan aturan sebagaimana mestinya.”
Purbasari : “ Iya, Ayahanda, seharusnya kakaklah
yang menerima tahta ini, bukan aku. Kakaklah yang pantas”
Raja
: “Justru karena kemuliaan
hatimu itu aku memilihmu anakku. Kau pasti akan menjadi pemimpin yang baik dan
dicintai oleh rakyat nak”
Purbasari : “Terima kasih Ayah, ayah terlalu
memuji, saya khawatir ayah akan kecewa jika nanti saya tidak sesuai dengan
harapan ayah”
Purbararang : “Tunggu saja!! Pasti akan tiba saatnya,
akan datang kutukan pada kerajaan ini!!”
(Purbararang
mengajak tunangannya Pangeran Indrajaya menemui dukun pellet Nyi Ronde untuk
menyingkirkan Purbasari.)
Purbararang : ‘Kangmas, aku sudah muak dengan
Purbasari, aku akan buat perhitungan dengannya”
P.
Indrajaya : “Buat perhitungan? Kamu
kan kalah pinter daripada dia?? Masa mau buat perhitungan, jangankan perkalian,
tambah-tambahan saja kamu kalah”
Purbararang : “Ganteng tapi oon, maksudku, aku akan
membuat Purbasari sengsara. Akan ku buat dia menderita”
P.
Indrajaya : “Bagaimana caranya? Kamu
ini jangan seperti itu to, sama adik sendiri kok begitu?”
Purbararang : “Salah dia sendiri jadi penggantinya
ayah”
P. Indrajaya : “Terus??”
Purbararang : “Makanya aku ajak kamu kesini”
P. Indrajaya : “Rumah siapa ini?”
Purbararang : “Nyi Ronde”
P.
Indrajaya : “Ooo, mau ngapain? Mau
minta dukungan?”
Purbararang : “Huss, jaga mulutmu, ini rumahnya Nyi
Ronde, dukun ampuh yang mampu mengatasi segala masalah tanpa solusi.”
Nyi
Ronde : “Siapa yang ngomong ngawur
tadi?”
Purbararang : “Maafkan kami Nyi, ini calon suami saya,
tidak bermaksud menyepelekan Nyai”
Nyi Ronde : “Hati hati anak muda! Jaga bicaramu!
Mulutmu harimaumu!”
P. Indrajaya : “Nyuwun pangapunten Nyi Rondo, eh Nyi
Ronde”
Purbararang : “Kami kesini mau anu mbah…”
Nyi Ronde : “Aku sudah tahu”
Purbararang : ‘Wah, hebat sekali Mbah ini, aku belum
bilang apa-apa sudah tau… Wah hebat sekali!!!”
Nyi
Ronde : “Ya jelas, kalian kesini
pasti ada perlu sesuatu. Masalahnya, sesuatunya itu apa?”
Purbararang : “Begini Nyi……” (tampak Purbararang cerita
panjang lebar kepada Nyi Ronde)
Nyi Ronde : “Ooooo, gampaang.”
Purbararang : “Apa bisa Nyai?”
Nyi
Ronde : “Mau paket regular atau
paket ekspress? Kalo paket ekspress besok bisa, tarifnya agak mahal. Tapi kalau
untuk kamu, saya beri diskon 20%. Harga naik mulai besok tanpa diskon.”
Purbararang : “Yaudah yang ekspress aja Nyi”
(Keesokan
harinya, Purbasari bangun dari tidurnya)
Purbasari : “Ah.. Kenapa dengan wajahku? (Wajah
Purbasari bentol-bentol tak karuan, terjadi kepanikan di keluarga kerajaan.
Patih : “Ada apa dengan wajahmu putri?
Maksud saya Ratu, Padahal selama ini Anda tidak alergi dengan apapun. Apa
mungkin, Anda salah make up?”
Purbasari : “Saya juga tidak tahu”
Purbararang : “Kalau tidak segera ditindak lanjuti, ini
bisa menimbulkan aib dalam kerajaan ini, dan bisa menyebabkan keruntuhan.
Karena kerajaan ini dipimpin oleh seseorang yang buruk rupa. APA KATA DUNIA??”
P
Indrajaya : “Kalau kita biarkan Putri
Purbasari tetap berada di dalam istana ini, bisa-bisa semua keluarga kerajaan
dan rakyat tertular virus mematikan yang belum ada antivirusnya itu”
Purbararang : “Mungkin, dia terkena flu burung, atau
mungkin flu babi…Jadi, kita bakar saja dia”
Patih : “Itu tidak boleh.”
P
Indrajaya : “Lebih baik bawa ia ke
tempat yang jauh.”
Purbararang : “Yah, keputusan yang bagus, aku juga
kasihan sama dia. Masih muda tapi penyakitan. Makanya, mandi setiap hari…”
Purbasari kemudian
diasingkan ke hutan. Dia diantar oleh Sang Patih. Patih dengan baik hati
membuatkan gubuk kecil untuk tempat bereteduh Purbasari.
Patih : “Tuan Putri, maafkan saya,
saya tidak bisa berbuat banyak, dan hanya inilah yang dapat saya lakukan untuk
membantu Tuan Putri”
Purbasari : “Ini semua sudah lebih dari cukup
Patih. Terima kasih atas semuanya”
Patih : “Tuan Putri, ijinkan saya
untuk kembali ke istana. Karena dikejar deadline”
Purbasari : “Silahkan Patih”
Patih
meninggalkan Purbasari sendirian, awalnya dia merasa kesepian. Waktu berlalu
dan berjalan. Dia semakin nyaman di hutan itu. Dia memiliki banyak teman,
tetapi bukan manusia, tetapi bangsa binatang. Di kerajaan, Purbararang
memerintah kerajaan dengan sangat angkuh.
Di
tempat lain, tepatnya di kahayangan. Ada seorang Dewa muda yang tampan yang
bernama Guru Minda. Dia tampak sedih dan mengundang perhatian Sang Ibunda.
Ibunda : “Guru Minda, adakah yang ingin
kau bicarakan?”
Guru
Minda : “Tidak ada, Ibunda.”
Ibunda : “Ibu tau kegelisahanmu, kenapa
kau tidak mendapatkan kekasih? Adakah bidadari yang memikatmu?”
Guru
Minda : “Saya tidak mau. Ibunda begitu
cantik, saya hanya ingin menikah dengan wanita yang secantik Ibunda.”
Ibunda : “Baiklah, wanita secantik Ibu
hanya ada di bumi. Dan kau harus mencarinya sendiri.”
Guru
Minda : “Benarkah Ibunda?”
Ibunda : “Ya, tapi kau harus turun ke bumi
sendirian dan dalam bentuk Lutung.”
Guru
Minda : “Baiklah Ibunda, terima
kasih.”
Ibunda : “Sekarang namamu menjadi Lutung
Kasarung dan turunlah ke bumi. Cari pasangan hidupmu.”
Guru
Minda pun berubah menjadi sesosok Lutung. Dia mulai turun ke bumi. Dia
bergelayutan kesana-kemari. Hingga pada suatu hari, dia melihat seorang Putri
yang tidak begitu cantik sedang mandi di sungai. Dia ngintip.
Waktu Purbasari
mandi, selendangnya hanyut tertiup angin.
Purbasari : “Aduh, siapa ya yang mau mengambilkan
selendang itu. Si burung, dia mana mungkin bisa. Toloong, toloong. Siapa yang mau
mengambilkan selendangku?. Sayembara-sayembara, siapa yang mengembalikan
selendangku, kalau perempuan akan kujadikan saudara, kalau laki-laki, akan
kujadikan suami.”
Si
Lutung : “Ini selendangmu.”
Purbasari : “Terima kasih.”
Si
Lutung : “Dapatkah kita menjadi
teman?”
Purbasari : “Tentu saja.”
Waktu
berlalu, hubungan antara Purbasari dan si Lutung semakin akrab. Sementara
itu, di kerajaan ke angkara murkaan semakin meraja lela. Purbararang semakin
bertindak sewenang-wenang. Semua rakyatnya sengsara dan kelaparan. Pornografi
pun merajalela. Kafe mesum berdiri dimana-mana. Semuanya jadi kacau balau.
Purbararang : “Patih, cepat temui Purbasari! Aku akan
menantangnya dalam perlombaan. Pemenangnya akan menjadi Ratu yang sah di
kerajaan ini dan yang kalah akan dihukum pancung.”
Patih : “Baiklah Putri”
(Akhirnya Patih pun
berangkat menjenguk Purbasari.)
(Sementara itu di
sungai)
Si
Lutung : “Kasihan sekali gadis
itu, ia pasti sangat cantik jika kulitnya tidak bentol-bentol seperti itu. Dan
sepertinya, ada yang tidak wajar pada penyakit gadis ini. Aku harus
menolongnya”
(Purbasari
kemudian menuju sungai untuk mandi, tiba-tiba terdengar suara dari langit)
“Purbasari, sebelum
kamu mengerjakan apapun, berdoalah. Sebelum kamu makan, berdoalah. Sebelum kamu
bekerja, berdoalah. Sekarang kamu mau mandi, berdoalah. Semoga itu bisa
menyembuhkan semua penyakitmu” (Purbasari mencoba mencari darimana asal suara
itu, kemudian dia memulai mendi dengan membaca….”
Purbasari : “Bismillahirrahmaannirrahim”
Akhirnya keajaiban
pun datang, semua bentol-bentol di kulit Purbasari pun amblas, lenyap tiada
tersisa… Kecantikan pun terpancar
Purbasari : “Alhamdulillah… terima kasih Tuhan…”
(kemudian dia menemui Si Lutung dan bercanda bersama sebagai wujud rasa
syukurnya). Dari kejauhan nampak Patih datang. Patih pun terkejut melihat
penampilan baru dari Purbasari.
Patih : “Tuan Putri….?? Tuan Putri
sudah sembuh sekarang. Tuan Putri cantik sekali hari ini”
Purbasari : “Iya Patih. By the way, ada urusan
apa Patih datang kesini? Apakah kedaan kerajaan baik-baik saja?”
Patih : “Saya datang kesini atas
perintah dari Putri Purbararang. Beliau akan menantang Putri dalam perlombaan
yang telah dia tentukan esok hari. Keadaan kerajaan pun kacau balau”
Purbasari : “Terus?”
Patih : “Apakah Putri bersedia
menerima tantangan tersebut? Bagi yang kalah akan dihukum pancung.”
Purbasari : “Sebenarnya aku nyaman disini. Aku
juga banyak teman disini. Tetapi, aku ingin bertemu seluruh isi kerajaan.”
Patih : “Jika Putri menerima tantangan
tersebut, datanglah esok hari ke istana.”
(Si Lutung pun
tertunduk lesu mendengarkan kalimat itu. Dia merasa kecewa.)
Purbasari : “Kenaap Tung? Kamu kecewa denganku?
Tenang, jika aku kesana, aku akan mengajakmu ke istana. Aku dulu pernah
berjanji, siapapun yang mengembalikan selendangku, akan kujadikan pendamping
hidupku. Akan kupenuhi janji itu.”
Purbasari
bingung dengan keputusan yang akan dia ambil. Setelah berpikir keras, akhirnya
putri Purbasari memutuskan untuk pergi ke Istana kerajaan bersama Si Lutung.
Putri Purbasari termenung mendengar tantangan kakaknya. Ia tahu kakaknya pasti
akan menghalalkan segala cara untuk menang.
Tibalah hari
perlombaan. Kedua putri telah siap berhadapan.
Mendagri : “Selamat pagi, mungkin hari ini akan
menjadi hari bersejarah bagi kerajaan ini.”
Purbararang : “Ya benar. Wahai rakyatku, saya akan
menantang Purbasari dalam perlombaan. Pemenangnya akan menjadi Ratu di kerajaan
ini dan yang kalah akan dihukum pancung.”
Purbararang : “Saya akan menantang Purbasari dalam
perlombaan kecantikan. Wahai Purbasari maukah kau menerima tantanganku? Jika
kau berani, datanglah kemari.”
Purbasari : “Saya terima tantangan kakak.”
(Sampai di istana bersama Lutung)
(Purbararang
terkejut melihat wajah Purbasari yang kembali menjadi cantik nan jelita.
Purbararang menjadi pesimis dan takut akan tantangannya sendiri. Ia berusaha
agar tidak kalah dalam perlombaan sehingga ia menyiapkan satu perlombaan lagi.)
Mendagri : “Bagaimana? Siapa yang lebih cantik?”
Rakyat : “Purbasari!”
Mendagri : “Maka pemenangnya adalah…”
Purbararang : “Tunggu! Saya akan menantang Purbasari
dalam satu perlombaan lagi. Seorang Ratu haruslah memiliki pasangan yang gagah
dan tampan.” (Seraya melirik Pangeran Indrajaya)
Purbararang : “Apa kata Negara tetangga jika suami ratu
buruk rupa.” (Seraya melirik Si Lutung)
Si
Lutung : “Sabar putri! Biarkan ia
bahagia sejenak. Nanti kita lihat apakah setelah ini ia bisa tertawa.”
Putri Purbasari
berusaha tenang meskipun ia tetap khawatir. Karena lomba ketiga ini adalah
menentukan pasangan siapakah yang paling gagah dan tampan. Sudah jelas putri
Purbararang ada di atas angin. Pangeran Indrajaya memang sangat gagah dan
tampan. Sedangkan putri Purbasari tidak memiliki pasangan. Selain si Lutung
tentunya, yang selalu setia menemaninya. Tapi haruskah ia mengakuinya sebagai
pasangannya?
Purbararang : “Hei Purbasari, kali ini kau kalah! Semua
pasti setuju kalau pasanganku jauuuuh lebih tampan dibanding lutungmu itu
hahaha…!”
Si
Lutung : “Tunggu! Putri aku sudah
berjanji untuk selalu menolongmu. Tapi kali ini aku tidak bisa menolongmu
kecuali....”
Purbasari : “Kecuali apa Tung?”
Si
Lutung : “Kecuali putri menerimaku
sebagai pasangan sejatimu!”
Rakyat : “Tidak setuju!”
Purbasari : “Baiklah, tidak ada yang lebih
pantas menjadi pasanganku selain kamu Tung. Di saat semua memalingkan muka
karena jijik melihatku, kau satu-satunya yang mau menemaniku.”
BLARR!
Petir menggelegar di siang bolong. Putri Purbasari terpekik histeris. Sontak
semua memandang ngeri ke tempat Utung berdiri. Petir itu menyambar tepat ke
badan Utung yang langsung dipenuhi asap. Putri masih menjerit-jerit dan
menangis berusaha menembus asap tebal yang membungkus Utung, ia terbatuk-batuk.
Keajaiban terjadi saat asap tebal perlahan-lahan menipis. Di tempat itu,
berdirilah seorang pemuda yang ketampanan dan kegagahannya sulit dilukiskan
kata-kata. Rakyat terpana. Putri Purbararang ternganga lebar. Putri Purbasari
menatap bingung. Ia masih mencari-sisa-sisa tubuh Si Lutung. Mana mungkin
lenyap begitu saja.
Guru
Minda : “Siapa yang kau cari putri?”
Purbasari : “U..Utung. Dimana dia?”
Guru
Minda : “Inilah aku...si Lutung!”
Purbasari : “Aa..apa? Man..mana mungkin,?
Purbararang : “Hei pemuda tampan. Jangan main-main.
Sebaiknya kau keluar dari lapangan ini. Aku akan segera menghukum pancung
Purbasari karena dia telah kalah dalam perlombaan ini!”
Guru
Minda : “Baiklah aku perkenalkan
diriku! Namaku Guru Minda. Saya adalah seorang dewa yang turun ke bumi. Saya akan kembali berubah wujud jika ada seorang
gadis yang benar-benar tulus menerimaku sebagai pasangan sejatinya.
Mendagri : “Nah sekarang pilihlah siapakah yang
lebih tampan dan gagah. Apakah pangeran Indrajaya atau Guru Minda?”
Rakyat : “Guru Mindaaa!!”
Mendagri : “Maka pemenangnya adalah.. Purbasari!”
Rakyat : “Hukum pancung Purbararang!”
Mendagri : “Baiklah, sesuai peraturan yang telah
ditentukan, maka Purbararang akan dihukum pancung.”
Purbararang : (Menangis)
Purbasari : “Aku tidak akan menghukum kakakku
sendiri. Kakak boleh tetap menjadi ratu asalkan kakak berjanji akan memimpin
rakyat dengan sebaik-baiknya,” (Memeluk)
Purbararang : “Kau memang sangat baik hati. Setelah
semua kejahatan yang aku lakukan, kau dengan mudah memaafkanku. Kaulah yang
seharusnya menjadi ratu. Aku Sekarang sadar mahkota ini lebih pantas berada di
kepalamu. Maafkan aku!”
Istana begitu gemerlap hari itu. Penobatan ratu baru berlangsung meriah namun khidmat. Hari itu juga dilangsungkan pernikahan putri Purbasari dan Guru Minda. Semua senang, semua bahagia. Dan kisah ini pun berakhir bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar